Rabu, 26 September 2012

Sunan Giri II




Perkawinan Raden paku
         Al-kisah, ada seorang bangsawan Majapahit bernama Ki Ageng Supa Bungkul. Ia mempunyai sebuah pohon delima yang aneh di depan pekarangan rumahnya. Setiap kali ada orang hendak mengambil buah delima yang berbuah satu itu pasti mengalami nasib celaka, kalau tidak ditimpa penyakit berat tentulah orang tersebut meninggal dunia. Suatu ketika Raden Paku tanpa disengaja lewat depan pekarangan Ki Ageng Bungkul. Begitu dia berjalan di bawah pohon delima tiba-tiba buah pohon itu jatuh mengenai kepala Raden Paku.
         Ki Ageng Bungkul tiba-tiba muncul mencegat Raden Paku, dan ia berkata, "Kau harus kawin dengan putriku, Dewi Wardah."
         Memang Ki Ageng Bungkul telah mengadakan sayembara, siapa saja yang dapat memetik buah delima itu dengan selamat maka ia akan dijodohkan dengan putrinya yang bernama Dewi Wardah. Raden Paku bingung menghadapi hal itu. Maka peristiwa itu disampaikan kepada Sunan Ampel.
         "Tak usah bingung, Ki Ageng Bungkul itu seorang muslim yang baik. Aku yakin Dewi Wardah juga seorang muslimah yang baik. Karena hal itu sudah menjadi niat Ki Ageng Bungkul kuharap kau tidak mengecewakan niat baiknya iyu, " demikian kata Sunan Ampel.
         "Tapi ..bukan saya hendak menikah dengan putri kanjeng Sunan yaitu dengan Dewi Murtasiah?"ujar Raden Paku.
"Tidak mengapa?" kata Sunan Ampel. "Sesudah melangsungkan akad nikah Dewi Murtasiah selanjunya kau akan melangsungkan perkawinanmu dengan Dewi Wardah.
           Itulah liku-liku perjalanan hidup Raden Paku. Dalam sehari ia menikah dua kali. Menjadi menantu Ki Ageng Bungkul seorang bangsawan Majapahit yang hingga sekarang makam nya terawat baik di Surabaya.
Sesudah berumah tangga, Raden Paku makin giat berdagang dan berlayar antar pulau. Sambil berlayar itu pula beliau menyiarkan agama islam pada penduduk setempat sehingga namanya cukup terkenal di kepulauan Nusantara.
          Lama-lama kegiatan dagang tersebut tidak memuaskan hatinya. Ia ingin berkonsentrasi menyiarkan agama Islam dengan mendirikan Pondok Pesantren. Ia pun minta izin kepada ibunya untuk meninggalkan dunia perdagangan.
         Nyai Ageng Pinatih yang kaya raya itu tidak keberatan. Andaikata hartanya banyak itu dimakan setiap hari dengan anak dan menantunya rasanya tiada akan habis, terlebih juragan Abu Hurairah orang kepercayaan Nyai Ageng Pinatih menyatakan kesanggupannya untuk mengurus seluruh kegiatan perdagangan miliknya, maka wanita itu ikhlas melepas Raden Paku yang hendak mendirikan Pesantren.
        Mulailah Raden Paku bertafakkur di goa yang sunyi, 40 hari 40 malam beliau tidak keluar goa, hanya bermunajat kepada Allah. Tempat Raden Paku bertafakkur itu hingga sekarang masih ada yaitu desa Kembangan dan Kebomas.

       Usai bertafakur teringatlah Raden Paku pada pesan ayahnya sewaktu belajar di Negeri Pasai. Diapun berjalan berkeliling untuk mencari daerah yang tanahnya mirip dengan tanah yang dibawa dari Negeri Pasai.
       Melalui desa Margonoto, sampailah Raden Paku di daerah perbukitan yang hawanya sejuk, hatinya terasa damai, iapun mencocokkan tanah yang ia bawa dengan tanah di tempat itu. Ternyata cocok sekali. Maka di desa Sidomukti itulah ia kemudian mendirikan pesantren. Karena tempat itu adalah daratan tinggi atau gunung maka dinamakan Pesantren Giri. Giri dalam bahasa Sansekerta artinya gunung.
       Atas dukungan istri-istri dan ibunya juga dukungan spiritual dari Sunan Ampel, tidak begitu lama, hanya dalam waktu tiga tahun Pesantren Giri sudah terkenal ke seluruh Nusantara.
Di muka telah disebutkan bahwa hanya dalam tempo waktu tiga tahun Sunan Giri berhasil mengelola Pesantrennya hingga namanya terkenal ke seluruh Nusantara.
     
         Menurut Dr. H.J De Graaf, sesudah pulang dari pengembaraannya atau berguru ke Negeri Pasai,  ia memperkenalkan diri kepada dunai, kemudian berkedudukan di atas bukit di Gresik, dan ia menjadi orang pertama yang paling terkenal dari Sunan-sunan Giri yang ada. Di atas gunung tersebut seharusnya ada istana karena dikalangan rakyat dibicarakan adanya Giri kedaton (kerajaan Giri). Murid-murid Sunan Giri berdatangan dari segala penjuru, seperti Maluku, Madura, Lombok, Makasar, Hitu dan Ternate. Demikian menurut De Graaf.
         Menurut Babad Tanah Jawa murid-murid Sunan Giri itu justru bertebaran hampir di seluruh penjuru benua besar, seperti Eropa (Rum), Arab, Mesir, Cina dan lain-lain. Semua itu adalah pengambaran nama Sunan Giri sebagai ulama besar yang sangat dihormati orang pada jamannya. Disamping pesantrennya yang besar ia juga membangun masjid sebagai pusat ibadah dan pembentukkan iman umatnya. Untuk para santri yang datang dari jauh beliau membangun asrama yang luas.
         Disekitar bukit tersebut sebenarnya dahulu jarang dihuni oleh penduduk dikarenakan sulitnya mendapatkan air. tetapi dengan adanya Sunan Giri masalah air itu dapat diatasi. Cara Sunan Giri membuat sumur atau sumber air itu sangat aneh dan gaib hanya beliau seorang yang mampu melakukannya.



Peresmian Masjid Demak
          Dalam peresmian Masjid Demak, Sunan Kalijaga mengusulkan agar dibuka dengan pertunjukan wayang kulit yang pada waktu itu bentuknya masih wayang beber yaitu gambar manusia yang dibeber pada sebuah kulit binatang.
          Usul Sunan Kalijaga ditolak oleh Sunan Giri, karena wayang yang bergambar manusia itu haram hukumnya dalam ajaran Islam, demikian menurut Sunan Giri.
          Jika Sunan Kalijaga mengusulkan peresmian Masjid Demak itu dengan pagelaran wayang kulit, kemudian diadakan dakwah dan rakyat berkumpul boleh masuk setelah mengucapkan syahadat, maka Sunan Giri mengusulkan agar Masjid Demak diresmikan pada saat hari Jum'at sembari melaksanakan shalat jamaah Jum'at.
          Suna Kalijaga yang berjiwa besar kemudian mengadakan kompromi dengan Sunan Giri. Sebelumnya Sunan Kalijaga telah merubah bentuk wayang kulit sehingga gambarnya tidak bisa disebut sebagai gambar manusia lagi, lebih mirip karikatur seperti bentuk wayang yang ada sekarang.
          Perubahan bentuk wayang kulit itu adalah dikarenakan sanggahan Sunan Giri, karena itu, Sunan Kalijaga memberi tanda khusus pada momentum penting itu. Pemimpin para dewa dalam pewayangan oleh Sunan Kalijaga dinamakan Sang Hayang Girinata, yang artinya Sunan Giri yang menata.
         Maka perdebatan tentang peresmian Masjid Demak bisa diatasi. Peresmian itu akan diawali dengan shalat Jum'at, kemudian diteruskan dengan pertunjukan wayang kulit yang dimainkan ki Dalang Sunan Kalijaga.


Jasa-jasa Sunan Giri
         Jasanya yang terbesar tentu saja perjuangannya dalam menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa bahkan ke Nusantara, baik dilakukannya sendiri sewaktu masih muda sambil berdagang ataupun melalui murid-muridnya yang ditugaskan ke luar pulau.
         Beliau pernah menjadi hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar, seorang Wali yang diangap murtad karena menyebarkan faham Pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para Wali lainya. Dengan demikian Sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan faham Ahlussunnah wal jama'ah.
          Keteguhan dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekuen membawa dampak positif bagi generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi, tanpa dicampuri kepercayaan atau adat istiadat lama.
          Di bidang kesenian beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan Asmaradana dan Pucung, beliau pula yang menciptakan tembang  dan tembang dolanan anak-anak yang bernafas Islam antara lain; Jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan Delikan.
          Diantara permainan anak-anak yang dicintainya ialah sebagai berikut : Diantara anak-anak  yang bermain ada yang menjadi pemburu, dan yang lainnya menjadi obyek buruan. Mereka akan selamat dari kejaran pemburu bila telah berpegang pada tonggak atau batang pohon yang telah di tentukan lebih dulu. Inilah permainan yang disebut Jelungan. Arti permainan tersebut adalah seorang yang sudah berpegang teguh kepada agama Islam Tauhid maka ia akan selamat dari ajakan setan atau iblis yang dilambangkan sebagai pemburu.
          Sembari melakukan permainan yang disebut Jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan :
"Padhang-padhang bulan, ayo gege dha dolanan,
dholanane na ing latar,
ngalap padhang gilar-gilar,
nudhung begog hangetikar."
"(Malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain di halaman, mengambil di halaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbirit-birit)."
Maksud lagu dolanan tersebut ialah:
"Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut penghidupan, di muka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.


Para Pengganti Sunan Giri
          Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1442, memerintah kerajaan Giri selama kurang lebih dua puluh tahun. Mulai tahun 1487 hingga tahun 1506. Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata.
          Pengaruh Sunan Giri ini sangat besar terhadap kerajaan Islam di Jawa maupun luar Jawa. Sebagai bukti adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seseorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah memerlukan pengesahan dari Sunan Giri.
          Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama hampir 200 tahun. Sesudah Sunan Giri yang pertama meninggal dunia beliau diagantikan anak keturunannya yaitu:
1. Sunan Dalem
2. Sunan Sidomargi
3. Sunan Giri Prapen
4. Sunan Kawis Guwa
5. Penembahan Ageng Giri
6. Penembahan Mas Witana Sideng Rana
7. Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri)
8. Pangeran Singosari.
             Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu VOC dan Kapten Jonker. Sesudah Pangeran Singosari wafat pada tahun 1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. Meski demikian kharisma Sunan Giri sebagai ulama besar, wali terkemuka tetap abadi sepanjang masa.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar