Sabtu, 20 Oktober 2012

Sunan Drajad



           Nama asli Sunan Drajad adalah Raden Qosim, beliau putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Raden Qosim yang sudah mearisi ilmu dari ayahnya kemudian di perintah untuk berdakwah di sebelah Barat Gresik yaitu daerah kosong dari ulama besar antara Tuban dan Gresik.
           Raden mulai perjalanannya dengan naik perahu dari Gresik sesudah singgah di tempat Sunan Giri. Dalam perjalanan ke arah barat itu perahu beliau tiba-tiba di hantam oleh ombak yang besar sehinga menabrak karang dan hancur. Hampir saja Raden Qosim kehilangan jiwa, tapi bila Tuhan belum menentukan ajal seseorang bagaimanapun hebatnya kecelakaan pasti dia akan selamat, demikian pula halnya dengan Raden Qosim. Secara kebetulan seekor ikan besar yaitu ikan talang datang kepadanya. Dengan menunggang punggung ikan tersebut Raden Qosim dapat selamat hinga ke tepi pantai.
           Raden Qosim sangat bersyukur dapat lolos dari musibah itu. Belau juga berterima kasih kepada ikan talang yang dengan lantarannya dia selamat. Untuk itu beliau telah berpesan kepada anak keturunannya agar jangan sampai makan daging ikan talang. Bila pesan ini dilanggar akan mengakibatkan bencana, yaitu ditimpa penyakit yang tiada obatnya.
            Ikan talang itu membawa Raden Qosim hingga ke tepi pantai yang termasuk wilayah desa Jelag (sekarang termasuk wilayah desa Banjarwati), kecamatan Paciran. Di tempat itu Rden Qosim disambut masyarakat setempat dengan antusias, lebih-lebih setelah mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putra Sunan Ampel seorang wali besar dan masih terhitung kerabat keraton Majapahit.
             Di desa Jelag itu Raden Qosim mendirikan Pesantren. Karena caranya menyiarkan agama Islam yang unik maka banyaklah orang yaang datang berguru kepadanya. Setelah menetap satu tahun di desa Jelag, Raden Qosim mendapat ilham supaya menuju ke arah selatan, kira-kira berjarak 1 kilometer, di sana beliau mendirikan satu langgar untuk berdakwah.
             Tiga tahun kemudian secara mantap beliau mendapat petunjuk agar membangun tempat berdakwah yang strategis yaitu ditempat ketinggian yang disebut Dalem Duwur. Di bukit yang sebut Dalem Duwur itulah sekarang di bangun Museum Sunan Drajad, adapun makam Sunan Drajad terletak di sebelah barat Musium tersebut.
              Raden Qosim adalah pendukung aliran Putih yang di pimpin oleh Sunan Giri. Artinya, dalam berdakwah menyebarkan agama Islam beliau menganut jalan lurus, jalan yang tidak berliku-liku, beliau menganut jalan  lurus , jalan yang tidak berliku-liku. Agama harus diamalkan dengan lurus dan benar sesuai ajaran Nabi. Tidak boleh dicampur baur dengan adat dan kepercayaan lama.
             Meski demikian beliau juga mempergunakan kesenian rakyat sebagai alat dakwah. Di dalam musium yang terletak di sebelah timur makamnya terdapat seperangkat bekas gamelan Jawa, hal itu menunjukkan betapa tinggi penghargaan Sunan Drajad kepada kesenian Jawa.
            Dalam catatan sejarah Wali Songo, Raden Qosim disebut sebagai seorang Wali yang hidupnya paling bersahaja, walau dalam urusan dunia beliau sangat rajin mencari rezeki. Hal itu disebabkan sikap beliau yang dermawan. Dikalangan rakyat jelata beliau bersifat lemah lembut dan sering menolong meraka yang menderita.


Ajaran Sunan Drajad
           Ajaran Sunan Drajad, bersumber dari:  (1). Al Qur'an, (2). Sunnah, (3). Ijma' (4). Qiyas, (5). ajaran guru dan pendidik Sunan Ampel atau orang tuanya, (6).ajaran dan pemikiran, atau paham yang telah tersebar luas di masyarakat, (7) tradisi masyarakat setempat yang telah ada yang sesuai dengan ajaran Islam, dan (8). Fatwa Sunan Drajad sendiri.
Diantara ajaran beliau yang terkenal adalah sebagai berikut:

Menehono teken marang wong wuto
Menehono teken marang wong wuto
Menehono mangan marang wong kan luwe
Menehono busono marang wong kan mudo
Menehono ngiyup marang wong kang kudanan
Artinya kurang lebih demikian:
Berilah tongkat kepada orang buta
Berilah makan kepada orang kelaparan
Berilah pakaian kepada orang yang telanjang
Berilah tempat berteduh kepada orang yang kehujanan

             Adapun maksudnya adalah sebagai berikut: Berilah petunjuk kepada orang bodoh (buta) Sejahterakanlah kehidupan rakyat yang misin (kurang makan) Ajarkanlah budi pekerti (etika) kepada oarang yang tidak tahu malu atau belum punya beradapan tinggi,  Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau ditimpa bencana. Ajaran ini sangat supel, siapapun dapat mengamalkannya sesuai dengan tingakt dan kemampuan masing-masing. Bahkan pemeluk agama lainpun tidak keberatan untuk mengamalkannya..
             Tentang puncak ma'rifat Sunan Drajad menuliskan perumpamaannya sebagai berikut:
Ilang jenenge kawula,
sirna datang ana keri,
pan ilang wujudira,
tegese wujude widi
ilang wujude iki,
anenggih perlambangira,
Lir lintang karahinan,
itkasorodan sang hyang rawi,
artinya
hilang jati diri makluk,
lenyap tiada tersisa,
ulah juga wujud Tuhan,
itulah yang ada ini,
adapaun persamaannya,
seperti bintang di waktu siang
yang tersinari matahari
             Di samping terkenal sebagai seorang Wali yang berjiwa dermawan dan sosial, beliau juga dikenal sebagai anggota wali songo yang turut serta mendukung dinasti Demak dan ikut pula mendirikan Masjid Demak. Simbol kebesaran umat islam pada waktu itu.
            Di bidang kesenian, disamping terkenal sebagai ahli ukir, beliau juga pertama kali yang menciptakan Gending Pangkur. Hingga sekarang geding tersebut masih disukai rakyat Jawa. Sunan Drajad, demikian gelar Raden Qosim, diberikan kepada beliau karena beliau bertempat tinggal di sebuah bukit yang tinggal disebuah bukit yang tinggi, seakan melambangkan tingkat ilmunya yang tinggi, yaitu tingkat atau derajad para ulama muqarrobin. Ulama yang dekat dengan Allah SWT.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar